Munculnya RPM Konten Multimedia yang menurut sebagian pengguna internet dalam mengekang kebebasan mereka dalam berekspresi dan mengeluarkan pendapat di dunia maya, dianggap sebagai bentuk keputusasaan pemerintah dalam mengatur internet di Indonesia.
"Hadirnya RPM Konten Multimedia yang penuh dengan konntroversi ini merupakan keputusasaan dan ketidaksanggupan pemerintah dalam mengatur internet. Sebab kita lihat selama ini, banyak kasus-kasus seperti penistaan agama, pornografi dan pencemaran nama baik yang terjadi di internet, gagal ditanggulangi oleh pemerintah," tegas Valens Riyadi dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII).
Kegagalan pemerintah dalam menangkap pelaku yang bertanggungjawab atas masalah di internet selama ini, menurut Valens, merupakan bentuk frustasi yang dialami pemerintah, sehingga ujung-ujungnya penyelenggara jasa internet yang dilimpahkan masalah tersebut. Padahal, penyelanggara tidak pas jika menyentuh hal yang berkaitan dengan konten.
Hal senada juga diungkapkan oleh Agus Sudibyo dari Dewan Pers, dijelaskan olehnya rancangan peraturan tersebut jika dilihat sangat rasional, sebab bertujuan untuk melindungi masyarakat dari dampak pornografi, penistaan agama, pencemaran nama baik, dan kejahatan lainnya yang terjadi di ruang jagad maya tersebut.
"Namun, rancangan peraturan ini menjadi sebuah irrasional, karena saya melihat Kemenkominfo memposisikan dirinya seolah-olah menjadi lembaga pengawas sensor internet. Itu yang salah," tambah Agus, saat diskusi Polemik Trijaya "Mengupas Kontroversi RPM Konten Multimedia", di Warung Daun Cikini, Jakarta.
Dalam hal pembahasan tiap pasal-pasalnya, diketahui Kemenkominfo tidak secara jauh mengajak masyarakat ikut berpartisipasi dalam membentuk rancangan peraturan tersebut. Menurut pengakuan Valens, pihaknya sebagai bagian warga internet memang beberapa kali diminta untuk memberikan saran terkait rancangan tersebut.
"Akan tetapi pada kenyataanya, mereka mengundang kita untuk memberikan saran. Namun saat pasal dalam peraturan itu dibuat, Kemenkominfo tidak atas dasar persetujuan kami. Sehingga, kami jadi takut datang Kemenkominfo untuk diajak memberikan saran, karena di kemudian hari takutnya dianggap ikut menyetujui hasil rapat tersebut," tandasnya.
"Hadirnya RPM Konten Multimedia yang penuh dengan konntroversi ini merupakan keputusasaan dan ketidaksanggupan pemerintah dalam mengatur internet. Sebab kita lihat selama ini, banyak kasus-kasus seperti penistaan agama, pornografi dan pencemaran nama baik yang terjadi di internet, gagal ditanggulangi oleh pemerintah," tegas Valens Riyadi dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII).
Kegagalan pemerintah dalam menangkap pelaku yang bertanggungjawab atas masalah di internet selama ini, menurut Valens, merupakan bentuk frustasi yang dialami pemerintah, sehingga ujung-ujungnya penyelenggara jasa internet yang dilimpahkan masalah tersebut. Padahal, penyelanggara tidak pas jika menyentuh hal yang berkaitan dengan konten.
Hal senada juga diungkapkan oleh Agus Sudibyo dari Dewan Pers, dijelaskan olehnya rancangan peraturan tersebut jika dilihat sangat rasional, sebab bertujuan untuk melindungi masyarakat dari dampak pornografi, penistaan agama, pencemaran nama baik, dan kejahatan lainnya yang terjadi di ruang jagad maya tersebut.
"Namun, rancangan peraturan ini menjadi sebuah irrasional, karena saya melihat Kemenkominfo memposisikan dirinya seolah-olah menjadi lembaga pengawas sensor internet. Itu yang salah," tambah Agus, saat diskusi Polemik Trijaya "Mengupas Kontroversi RPM Konten Multimedia", di Warung Daun Cikini, Jakarta.
Dalam hal pembahasan tiap pasal-pasalnya, diketahui Kemenkominfo tidak secara jauh mengajak masyarakat ikut berpartisipasi dalam membentuk rancangan peraturan tersebut. Menurut pengakuan Valens, pihaknya sebagai bagian warga internet memang beberapa kali diminta untuk memberikan saran terkait rancangan tersebut.
"Akan tetapi pada kenyataanya, mereka mengundang kita untuk memberikan saran. Namun saat pasal dalam peraturan itu dibuat, Kemenkominfo tidak atas dasar persetujuan kami. Sehingga, kami jadi takut datang Kemenkominfo untuk diajak memberikan saran, karena di kemudian hari takutnya dianggap ikut menyetujui hasil rapat tersebut," tandasnya.
0 komentar:
Posting Komentar