15.000 Nama Pegawai Pajak Ditelusuri

09.14 by
Direktorat Jenderal Pajak menyerahkan nama 15.000 pegawai di direktorat itu ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK untuk diselidiki kekayaannya. Informasi dari PPATK menjadi pembanding bagi Ditjen Pajak untuk mengukur kekayaan mereka.

Menurut Direktur Jenderal Pajak Mohammad Tjiptardjo di Jakarta hal itu salah satu upaya penguatan reformasi birokrasi, yakni dengan menggali informasi kekayaan dan penghasilan pegawai di Ditjen Pajak, terutama di unit-unit yang rawan korupsi dan pelanggaran.

Hal ini dilakukan pascaterungkapnya kasus makelar pajak, Gayus H Tambunan.

Penelusuran kekayaan dan penghasilan dilakukan dengan dua cara. Pertama, memeriksa ulang surat pemberitahuan tahunan (SPT) pajak pegawai yang bekerja di unit pemeriksaan, keberatan, banding, dan account representative, yang jumlahnya 15.000 orang. Kedua, meminta PPATK memeriksa isi rekening 15.000 pegawai tersebut.

”Itu termasuk seluruh kepala kantor wilayah dan kantor pelayanan pajak di seluruh Indonesia yang kini lebih dari 300 unit. SPT yang kami periksa termasuk SPT yang dilaporkan pada tiga tahun lalu,” ujarnya.

Isi rekening yang diungkap PPATK akan dibandingkan dengan laporan penghasilan dan harta kekayaan pada SPT tiga tahun terakhir. Apabila ada dana yang tidak dilaporkan dalam SPT, berarti ada obyek pajak yang tidak dilaporkan. ”Jika isi rekeningnya wajar, tidak masalah. Namun, kalau ada rekening sampai Rp 25 miliar, misalnya, akan kami periksa lebih lanjut,” kata Tjiptardjo.

Selain pengawasan pada aparat pajak, pengawasan juga dilakukan terhadap wajib pajak. Menurut Tjiptardjo, tidak semua wajib pajak baik dan patuh membayar pajak.

Pada periode Januari-Maret 2010, kata Tjiptardjo, sudah 200 pegawai Ditjen Pajak, termasuk Gayus, yang mendapatkan sanksi. Sanksi itu mulai dari paling ringan berupa peringatan hingga terberat berupa pemberhentian secara tidak hormat. Sanksi yang diberikan kepada Gayus adalah pemberhentian tidak hormat.

Sebelumnya, Ketua DPR Marzuki Alie meminta agar sistem perhitungan pajak diperbaiki. Hal ini untuk mencegah penyalahgunaan wewenang aparat pajak yang bisa merugikan negara ataupun wajib pajak.

Kalangan pengusaha kerap mengeluhkan sistem perhitungan pajak oleh aparat pajak yang dinilai tidak jelas dan tegas, baik perhitungan pajak penghasilan (PPh) pribadi maupun pajak pertambahan nilai (PPN) bagi wajib pajak badan. Jadi, hal itu rawan penyelewengan yang merugikan negara ataupun wajib pajak. ”Saya minta aturan yang jelas dan tegas, tidak debatable (masih bisa diperdebatkan),” kata dia.

Marzuki menegaskan, praktik perhitungan pajak yang tidak tepat bisa merugikan negara. Ini, misalnya, dalam kasus perhitungan pajak yang nominalnya dikurangi. ”Yang akhirnya masuk ke kantong oknum aparat pajak,” kata dia.

Praktik lain, lanjut Marzuki, dengan menggelembungkan perhitungan pajak yang memicu perselisihan. Pada akhirnya hal itu berakhir dengan negosiasi wajib pajak, yaitu pengusaha dengan oknum aparat pajak. ”Misalnya kurang bayar, lalu nego-nego, bisa hilang. Padahal, hitungan sebenarnya sudah benar,” ujar Marzuki.

0 komentar: