Pria Oke, Wanita Juga Oke

12.29 by
Patung BentengUdara tengah malam semakin dingin. Namun Ricky (20) yang malam itu
mengenakan kaus lengan panjang masih setia berdiri di depan pintu utama Lapangan Banteng yang berhadapan dengan Hotel Borobudur. Tangannya sesekali melambai ke arah mobil yang melintas pelan di jalan itu.

Setelah dua jam menunggu, sebuah mobil Avanza warna hitam pelan-pelan
menghampiri dirinya. Sesaat kemudian Ricky pun berbicara dengan seorang pria berkacamata yang mengendarai mobil itu. Tapi tak lama berselang mobil itu jalan lagi. Rupanya antara Ricky dan pengendara mobil tidak menemui kata sepakat. "Dia minta Rp 300 ribu sampai pagi. Padahal tarif untuk short time saja biasanya Rp 500 ribu," aku Ricky kepada detikcom.

Ricky adalah seorang gigolo yang sering mangkal di Lapangan Banteng hampir
setiap malam. Dia dan beberapa gigolo lainnya mulai berdatangan dan
nongkrong di sekitar patung Tugu Pembebasan itu sejak pukul 22.00 WIB hingga pukul 04.00 WIB.

Pengakuan Ricky, kebiasaannya mangkal di Lapangan Banteng telah dilakukan
sejak 6 bulan lalu. Pria yang tinggal di Cempaka Putih ini menjelaskan,
aktivitasnya itu dilakukan hanya untuk mencari tabahan uang saja. Itu sebabnya ada ataupun tidaknya pelanggan tidak membuat dirinya risau. Ricky selalu pulang ke rumah ketika jam menunjukan pukul 01.00 wib dinihari.

Sehari-hari Ricky mengaku punya penghasilan rutin. Namun ia tidak menjelaskan secara rinci pekerjaan rutinnya itu. Dia hanya menyebut menunggui sebuah kios pulsa seluler. Nah, untuk mencari tambahan ia memilih jadi teman berkencan pria homoseksual yang ingin berkencan.

Untuk tarif berkencan Ricky mengaku mematok harga minimal Rp 500 ribu
untuk per sekali kencan. Namun untuk harga pembuka ia biasanya mematok harga Rp 1 juta sampai Rp 1,5 juta. "Saya kasih harga tinggi dulu. Jadi pas ditawar harganya gak jatuh banget," tutur pria bertubuh atletis ini.

Mengenai lokasi berkencan, menurut Ricky, biasanya ia merekomendasikan
hotel-hotel yang letaknya tidak jauh dari situ. Misalnya hotel-hotel yang
ada di Jalan Gunung Sahari, Taman Sari atau di daerah Pecenongan. Ia tidak
pernah merekomendasikan Hotel Borobudur yang letaknya hanya beberapa langkah saja dari Lapangan Banteng. Sebab para kucing (sebutan untuk gigolo) bisa kencan di Borubudur hanya jika pelanggannya memang menginap di hotel tersebut. Lagi pula tidak semua gigolo Lapangan Banteng yang bisa berkencan di sana.

"kucing-kucingnya khusus. Mereka ada gadun-nya (mucikari) yang biasanya
mencari order dari para tamu hotel Borobudur. Kalau freelance kayak saya tidak bisa kesana," urainya.

Meski sering melayani tamu kalangan homoseksual, Ricky mengaku dirinya
bukan seorang homoseksual tulen. Sebab ia masih suka berhubungan intim dengan perempuan. Bahkan ia mengaku saat ini punya seorang pacar perempuan. "Saya masih suka perempuan Mas. saya di sini hanya cari uang saja," ujarnya singkat.

Memang tidak semua pria muda yang nongkrong setiap malam di Lapangan
Banteng seorang homoseksual. Sebab sebagian di antara mereka ternyata masih
menyukai berhubungan seks dengan seorang perempuan. Malah ada juga yang sudah memiliki anak dan istri.

"Tujuan mereka nongkrong di sini hanya cari uang. Sebenarnya target mereka
para tante girang. Tapi karena sangat jarang tante girang yang ke sini, mereka akhirnya melayani pria homoseksual. Asalkan harganya cocok," terang
Suwarno, penjual jamu yang mangkal di samping Kantor Menteri Perekonomian saat ditemui detikcom.

Dikatakan suwarno, jumlah gigolo yang sekarang mangkal di Lapangan Banteng
jumlahnya jauh lebih sedikit dari sebelumnya. Sebab sering dirazia oleh
Satpol PP. Beberapa bulan yang lalu, ujar Suwarno, Satpol PP menggaruk puluhan gigolo di Lapangan Banteng. Sejak itu banyak gigolo yang akhirnya memilih mencari mangsa di tempat lain.

Penertiban para gigolo ini dengan berbagai sebab. Selain karena alasan pembersihan penyakit sosial, sejumlah gigolo juga dituding sebagai pelaku
kriminal. Sebab tidak jarang terjadi tindak kriminal terhadap pelanggan
mereka.

"Sekarang ini tidak jelas mana yang gigolo mana yang preman nyamar jadi
gigolo. Sebab sekarang tidak ada lagi preman yang mengkoordinir mereka seperti dulu," tutur Suwarno.

Kalau dulu, kenang Suwarno, para gigolo tidak berani macam-macam terhadap
teman kencannya. Sebab mereka takut terhadap preman-preman yang melindungi
mereka. Jadi kalau ada gigolo yang berbuat kriminal akan dilacak. Sementara saat ini para gigolo tidak ada yang mengontrol karena hampir semuanya freelance.

Alhasil, banyak gigolo yang melakukan tindak kriminalitas dengan mencuri
benda berharga milik tamu, bahkan ada yang dengan cara merampas harta benda
teman kencan di dalam mobil.

Alasan itu juga yang membuat para pencari gigolo di Lapangan Banteng
semakin jarang. Mereka sangat khawatir mencari gigolo di lapangan Banteng lantaran takut menjadi korban kriminal. Akibatnya banyak gigolo yang nongkrong di sana sudah angkat kaki pukul 01.00 WIB karena pelanggan tidak kunjung datang. Padahal sebelum-sebelumnya mereka nongkrong hingga menjelang Subuh.

Meski demikian toh beberapa gigolo-gigolo masih tetap setia menghiasi
malam di Lapangan Banteng. Wilayah yang di sekitarnya berdiri kantor-kantor
pemerintahan tersebut, setiap malam tetap diramaikan oleh kumpulan pria-pria muda yang berwajah tampan dan atletis.

0 komentar: