Terdakwa korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran di 22 provinsi dan kota se-Indonesia, Hengky Samuel Daud divonis 15 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor.
“Menyatakan terdakwa Hengky Samuel Daud terbukti secara sah melakukan tindak korupsi secara bersama-sama sebagai perbuatan berbarengan,” Ketua Majelis Hakim Maryana di Pengadilan Tipikor, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta.
Selain hukuman penjara, Hengky diwajibkan membayar denda sebesar Rp500 juta subsider enam bulan kurungan. Serta membayar uang pengganti sebesar Rp82,66 miliar subsider tiga tahun penjara.
Vonis ini jauh lebih berat dari tuntutan jaksa penuntut umum sebelumnya yaitu yaitu 10 tahun penjara dan denda Rp200 juta serta uang pengganti sebesar Rp97 miliar.
Putusan terhadap Hengky ini berdasarkan hal memberatkan dan meringankan sebagai pertimbangan. Hal memberatkan, terdakwa telah melakukan tindak pidana korupsi secara luas di 22 daerah, dan hal itu dianggap sangat kontraproduktif dengan upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan pemerintah.
Sedangkan hal yang meringan, terdakwa dinilai sopan dan belum pernah dihukum.
Mendengar putusan tersebut, Hengky mengaku pasrah. Namun dia tetap bersyukur.
“Saya pasrah, saya bersyukur karena bisa duduk di hadapan majelis hakim, masih bisa bernapas, bisa mengobrol,” pungkasnya.
Sebelumnya, KPK membutuhkan waktu dua tahun dalam pencarian hingga akhirnya berhasil menangkap Direktur Utama PT Istana Sarana Raya ini. Hengky ditangkap di kediaman kerabatnya di kawasan Pondok Indah, Jakarta pada 19 Juni 2009.
Kasus Hengky ini bermula pada 2002. Saat itu, Direktur Jenderal Otonomi Daerah Departemen Dalam Negeri, Oentarto Sindung Mawardi mengeluarkan radiogram bernomor 027/1496/Otda. Radiogram itu, spesifikasi mobil pemadam kebakaran merk Tohatsu Type V 80 ASM dengan menunjuk langsung PT Istana Sarana Raya sebagai penyedia barang.
Menurut Oentarto, dia menerbitkan radiogram tersebut berdasar perintah Menteri Dalam Negeri saat itu, Hari Sabarno. Menurutnya, Hengky menemui dirinya di kantornya kala itu. Hengky kemudian meminta Oentarto segera menerbitkan radiogram dengan menunjuk spesifikasi mobil damkar yang hanya dimiliki perusahaan Hengky.
Lantas, Oentarto menemui Hari Sabarno untuk mengkonfirmasi. Saat itu, kata Oentarto, Hari Sabarno mengizinkan dirinya untuk segera menerbitkan radiogram menunjukan langsung rekanan.
“Menyatakan terdakwa Hengky Samuel Daud terbukti secara sah melakukan tindak korupsi secara bersama-sama sebagai perbuatan berbarengan,” Ketua Majelis Hakim Maryana di Pengadilan Tipikor, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta.
Selain hukuman penjara, Hengky diwajibkan membayar denda sebesar Rp500 juta subsider enam bulan kurungan. Serta membayar uang pengganti sebesar Rp82,66 miliar subsider tiga tahun penjara.
Vonis ini jauh lebih berat dari tuntutan jaksa penuntut umum sebelumnya yaitu yaitu 10 tahun penjara dan denda Rp200 juta serta uang pengganti sebesar Rp97 miliar.
Putusan terhadap Hengky ini berdasarkan hal memberatkan dan meringankan sebagai pertimbangan. Hal memberatkan, terdakwa telah melakukan tindak pidana korupsi secara luas di 22 daerah, dan hal itu dianggap sangat kontraproduktif dengan upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan pemerintah.
Sedangkan hal yang meringan, terdakwa dinilai sopan dan belum pernah dihukum.
Mendengar putusan tersebut, Hengky mengaku pasrah. Namun dia tetap bersyukur.
“Saya pasrah, saya bersyukur karena bisa duduk di hadapan majelis hakim, masih bisa bernapas, bisa mengobrol,” pungkasnya.
Sebelumnya, KPK membutuhkan waktu dua tahun dalam pencarian hingga akhirnya berhasil menangkap Direktur Utama PT Istana Sarana Raya ini. Hengky ditangkap di kediaman kerabatnya di kawasan Pondok Indah, Jakarta pada 19 Juni 2009.
Kasus Hengky ini bermula pada 2002. Saat itu, Direktur Jenderal Otonomi Daerah Departemen Dalam Negeri, Oentarto Sindung Mawardi mengeluarkan radiogram bernomor 027/1496/Otda. Radiogram itu, spesifikasi mobil pemadam kebakaran merk Tohatsu Type V 80 ASM dengan menunjuk langsung PT Istana Sarana Raya sebagai penyedia barang.
Menurut Oentarto, dia menerbitkan radiogram tersebut berdasar perintah Menteri Dalam Negeri saat itu, Hari Sabarno. Menurutnya, Hengky menemui dirinya di kantornya kala itu. Hengky kemudian meminta Oentarto segera menerbitkan radiogram dengan menunjuk spesifikasi mobil damkar yang hanya dimiliki perusahaan Hengky.
Lantas, Oentarto menemui Hari Sabarno untuk mengkonfirmasi. Saat itu, kata Oentarto, Hari Sabarno mengizinkan dirinya untuk segera menerbitkan radiogram menunjukan langsung rekanan.
0 komentar:
Posting Komentar